Jumat, 16 Maret 2012

Perkembangan Jiwa Agama Pada Masa Usia Lanjut


BAB I
PENDAHULUAN

A.      Latar Belakang
Perkembangan manusia dapat digambarkan dalam bentuk garis sisi sebuah trapesium. Sejak usia bayi hingga mencapai kedewasaan jasmani. Garis itu menggambarkan bahwa selama periode tersebut terjadi proses perkembangan yang progresif. Pertumbuhan fisik berjalan secara cepat hingga mencapai titik puncak perkembangannya, yaitu dewasa (22-24)
Perkembangan selanjutnya digambarkan oleh garis lurus sebagai gambaran terhadap kemantapan fisik yang sudah dicapai. Sejak mencapai usia kedewasaan hingga ke usia 50 tahun, perkembangan fisik manusia boleh dikatakan tidak mengalami perubahan yang banyak. Barulah diatas usia 50 tahun mulai terjadi penurunan perkembangan yang drastic hingga mencapai usia lanjut. Oleh karena itu umumnya garis perkembangan pada periode ini digambarkan oleh garis menurun. Periode ini disebut periode regresi (penurunan).















BAB II
Pembahasan

PERKEMBANGAN JIWA AGAMA PADA MASA USIA LANJUT
A.      Pengertian
Proses perkembangan manusia setelah dilahirkan secara biologis semakin lama semakin berkembang dan akhirnya menjadi lebih tua. Dengan bertambahnya usia, maka jaringan-jaringan dan sel-sel menjadi tua, sebagian regenerasi dan sebagian yang lain akan mati. Usia lanjut ini biasanya dimulai pada usia sekitar 65 tahun. Pada usia ini biasanya mengalami berbagai persoalan. Persoalan pertama adalah penurunan fisik hingga kekuatan fisik berkurang, aktivitas menurun, sering mengalami gangguan kesehatan yang menyebabkan mereka kehilangan semangat. Pengaruh dari semua itu, mereka yang berada dalam usia ini merasa dirinya sudah tidak berharga lagi atau tidak ada nilai gunanya.
Proses penuaan biasanya disebut juga senescene yang artinya tumbuh menjadi tua. Pada masa lansia ini Zakkiah Dradjat mengatakan bahwa masa ini mempunyai kebutuhan-kebutuhan yaitu sbb:
1.       Kebutuhan primer yaitu kebutuhan jasmaniah : makan, minum, seks dan sebagainya, kebutuhan ini didapat secarah fitrah tanpa dipelajari
2.       Kebutuhan sekunder atau kebutuhan rohania, jiwa dan social. Kebutuhan ini hanya terdapat pada manusia dan sudah dirasakan sejak manusia masih kecil.

B.      CIRI-CIRI KEAGAMAAN PADA USIA LANJUT
Pada masa lansia sesuai dengan penurunan kemampuan dari segi fisik dan psikis, maka kehiduapan keagamaan pada usia lanjut ini menurut hasil penelitian psikologi agama ternyata meningkat : dari sebuah penelitian dengan sampel 1200 orang berusia antara 60-100 tahun menunjukkan bahwa ada kecenderungan untuk menerima pendapat keagamaan dan semakin meningkat.
Menurut William James, usia keagamaan yang luar biasa tampaknya justru terdapat pada masa usia lanjut, ketika gejolak kehidupan social sudah berakhir (Robert H. Tholuess. 1979:107). Pendapat tersebut sejalan dengan realitas yang ada dalam kehidupan lansia yang semakin tekun beribadah. Mereka sudah mulai mempersiapkan diri untuk kehidupan akhirat. Dapat juga disebut sebagai contoh kecendrunganpengikut berbagai kegiatan keagamaan, misalnya pengajian, tarekat dan lainnya. Usia ini paling tidak ditandai dengan pada wanita menopause. Dalam kehidupan yang sama dengan pria biasanya sesungguhnya produksi sperma masih ada, namun kekuatan fisik yang sulit dipertahankan. Untuk itulah biasanya pada pria  sering terkena penyakit prostat.
Pada penelitian lain terungkap bahwa yang menentukan sikap keagamaan pada usia lanjut diantaranya adalah depersonalisasi. Kecenderungan kehilangan identifikasi diri dengan tubuh dan juga cepat datangnya kematian, merupakan salah satu factor yang menentukan berbagai sikap keagamaan di usia lanjut (M. Argyle dan elle A. Cohen)
Secara garis besarnya ciri-ciri keagamaan di usia lanjut ini adalah :
1.       Kehidupan keagamaan sudah mencapai kemantapan
2.       Meningkatnya kecenderungan untuk menerima pendapat keagamaan
3.       Mulai muncul pengakuan terhadap realitas tentang kehidupan di akhirat secara lebih sungguh-sungguh
4.       Sikap keagamaan cenderung mengarah kepada kebutuhan saling cinta antar sesame manusia, serta sifat-sifat  luhur
5.       Timbul rasa takut pada kematian yang meningkat sejalan dengan pertambahan usia
6.       Perasaan takut kematian ini berdampak pada peningkatan pembentukan sikap keagamaan dan kepercayaan terhadap adanya kehidupan abadi di akhirat (sururin, 2004:90)
Situasi keagamaan pada lansia ialah adanya semangat mencari kebenaran, keimanan, rasa ketuhanan, dan cara-cara terbaik untuk berhubungan dengan manusia dan alam sekitar. Ia selalu menguji keimanannya melalui pengalaman-pengalaman sehingga menimbulkan keyakinan yang lebih tepat. Ibadahnya selalu dievaluasi dan ditingkatkan agar mendapatkan kenikmatan penghayatan terhadap tuhan walaupun dari segi pelaksanaan sudah mengalami rasa kesulitan karena keadaan fisik dan psikis sudah berkurang, hal ini dimiliki oleh para lansia yang proses pemikirannya belum mengalami kerusakan, berbeda dengan lansia yang lebih dahulu mengalami pengurangan proses berpikirnya.

C.      PROSES PEMANTAPANNILAI-NILAI AGAMA PADA MASA USIA LANJUT
Dalam perkembangan jiwa seseorang pengalaman, kehidupan beragama sedikit demi sedikit akan semakin mantap sebagai suatu unit yang otonom dalam keprbadian. Unit itu merupakan suatu organisasi yang disebut kesadaran beragama sebagai hasil peranan atau fungsi kejiwaan terutama motivasi, emosi dan intelegensi (Abdul Aziz ahyadi, 1991:49). Berarti motivasi berfungsi sebagai daya penggerak untuk mengarahkan kehidupan mental. Emosi berfungsi untuk melandasi dan mewarnai, sementara intelgensi berfungsi untuk mengorganisasikan dean mempolakannya. Dengan demikian kesadaran beragama itu tidak muncul begitu saja, namun ia muncul melalui proses dan masa yang cukup panjang, kematangan beragama biasanya muncul seiring kematangan kepribadian serta keyakinan dan kesadaran yang mendalam terhadap ajaran agama.
Selanjutnya dikatakan bahwa kesadaran agama yang mantap adalah bila satu diposisi dinamis dari sitem mental yang terbentuk melalui pengalaman serta diolah dalam kepribadian untuk mengadakan tanggapan yang tepat, konsepsi pandangan hidup, penyesuaian diri dan bertingkah laku (abdul Aziz Ahyadi, 1991:50).
Dengan memperhatikan situasi dan kondisi yang dimiliki oleh lansia yang sudah mengalami penurunan dari segi kemampuan fisik dan psikis dengan situasi keagamaan yang dimilki bila dihubungkan semestinya akan terciptalah kemantapan nilai-nilai keagamaan pada masa kini, berarti pemantapan nilai-nilai pada masa lansia ini cukup dengan mengingatkan kembali, memberikan arahan, mengajak, memberikan fasiltas dengan penuh rasa kasih saying dan cara yang baik untuk mengingatkan mereka itu kepada kehidupan yang tak akan lama lagi akan ditemuinya, tentunya mereka akan mudah menerima kebenaran nilai-nilai keagamaan semakin meningkat dan mantap.
D.      PERLAKUAN TERHADAP USIA LANJUT
Kelemahan biologis yang ada pada masa lansia sangat mempengaruhi pada prilaku, tindakan, dan pemikiran. Pada kenyataanya sikap ketidakberdayaan seperti itu merupakan latar belakang sejarah umat manusia, karena manusia berbeda dengan hewan yaitu dilengkapi dengan kemampuan untuk berpikir dan dilengkapi dengan akal, sedangkan pada binatang hanya kemampuan insting menyebabkan hewan hanya memiliki proses adaptasi dengan lingkungan alamnya. Sebaliknya manusia mampu menggunakan apa yang telah dikaruniakan oleh Allah kepadanya yaitu kelebihan berpikir menggunakan otaknya serta mempunyai akal.
Menurut ajaran islam perlakuan tehadap lansia ini dianjurkan seteliti dan sebaik mungkin. Perlakuan terhadap lansia ini dibebankan pada anak-anaknya. Perlakuan terhadap orang tua berawal dari rumah tangga (Keluarga).













KESIMPULAN
Pada masa lansia sesuai dengan penurunan kemampuan dari segi fisik dan psikis, maka kehiduapan keagamaan pada usia lanjut ini menurut hasil penelitian psikologi agama ternyata meningkat : dari sebuah penelitian dengan sampel 1200 orang berusia antara 60-100 tahun menunjukkan bahwa ada kecenderungan untuk menerima pendapat keagamaan dan semakin meningkat.
Menurut William James, usia keagamaan yang luar biasa tampaknya justru terdapat pada masa usia lanjut, ketika gejolak kehidupan social sudah berakhir (Robert H. Tholuess. 1979:107). Pendapat tersebut sejalan dengan realitas yang ada dalam kehidupan lansia yang semakin tekun beribadah. Mereka sudah mulai mempersiapkan diri untuk kehidupan akhirat. Dapat juga disebut sebagai contoh kecendrunganpengikut berbagai kegiatan keagamaan, misalnya pengajian, tarekat dan lainnya. Usia ini paling tidak ditandai dengan pada wanita menopause. Dalam kehidupan yang sama dengan pria biasanya sesungguhnya produksi sperma masih ada, namun kekuatan fisik yang sulit dipertahankan. Untuk itulah biasanya pada pria  sering terkena penyakit prostat.
Pada penelitian lain terungkap bahwa yang menentukan sikap keagamaan pada usia lanjut diantaranya adalah depersonalisasi. Kecenderungan kehilangan identifikasi diri dengan tubuh dan juga cepat datangnya kematian, merupakan salah satu factor yang menentukan berbagai sikap keagamaan di usia lanjut (M. Argyle dan elle A. Cohen)
a.       Secara garis besarnya ciri-ciri keagamaan di usia lanjut ini adalah :
b.      Kehidupan keagamaan sudah mencapai kemantapan
c.       Meningkatnya kecenderungan untuk menerima pendapat keagamaan
d.      Mulai muncul pengakuan terhadap realitas tentang kehidupan di akhirat secara lebih sungguh-sungguh
e.      Sikap keagamaan cenderung mengarah kepada kebutuhan saling cinta antar sesame manusia, serta sifat-sifat  luhur
f.        Timbul rasa takut pada kematian yang meningkat sejalan dengan pertambahan usia
g.       Perasaan takut kematian ini berdampak pada peningkatan pembentukan sikap keagamaan dan
h.      kepercayaan terhadap adanya kehidupan abadi di akhirat (sururin, 2004:90)






DAFTAR PUSTAKA

Elizabeth B. Hurlock. Psikologi Perkembangan. Jakarta: Erlangga. Hal: 379-414
R.siti Maryam dan Ns. Mia Fatma Ekasari. 2008. Mengenal Usia Lanjut dan Perawatannya. Jakarta: Salemba Medika. Hal: 31-32
S.Tamber dan Noorkasiani. 2009. Kesehatan Usia Lanjut dengan Pendekatan Asuhan Keperawatan. Jakarta: Salemba Medika. Hal: 1-2

Tidak ada komentar:

Posting Komentar